"Lagu Panggilan Jihad.mp3"

Sabtu, 20 November 2010

Ciri Ciri Haji Mabrur

Haji mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Tanda-tandanya banyak. Di antaranya adalah hendaknya nafkah (biaya) haji tersebut dari hasil usaha yang halal karena nafkah menjadi poros penting dalam kehidupan manusia, terlebih lagi dalam urusan haji.

Haji mabrur merupakan idaman setiap orang yang menunaikan ibadah haji, Bukan saja karena besar pahalanya berupa surga jannatunna’im, tapi juga ampunan Allah dan keridhoannya merupakan hal penting untuk setiap muslim yang mengharapkan kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat.

Haji, sebagai kewajiban kaum Muslim yang mampu, mestilah dikerjakan untuk menyempurnakan rukun Islam. Untuk melakukan ibadah haji, mesti menghindari sifat sombong, menang sendiri, ujub, takabur, dan memperbanyak rendah hati, pengakuan hati terhadap kebesaran ALLOH SWT.

Setiap ibadah mempunyai ilmunya, dan jika kita beribadah tidak sesuai dengan tuntunan yang ada, maka sia-sialah ibadah yang kita lakukan. Demikian pula dengan haji, ilmu ibadahnya tidak boleh disepelekan, karena untuk berhaji sudah mengorbankan banyak hal, mulai materi, tenaga dan waktu.

Ciri-ciri haji mabrur, diantaranya:
1. Ada peningkatan ibadah kepada ALLAH SWT
2. Berhenti melakukan perbuatan maksiat dan perbuatan lain yg menjerumuskan dirinya ke jurang kehancuran
3. Tidak silau (ditipu) oleh dunia. Kesibukan di dunia tidak akan melalaikan ibadahnya kepada ALLAH SWT
4. Terputus dari teman2 yang jahat
5. Mau menafkahkan hartanya di jalan ALLAH SWT.

Dengan begitu, hajinya menjadi titik tolak baginya kearah kebaikan, dan selalu menjadi peringatan baginya untuk memeperbaiki jalan hidupnya.

Minggu, 07 November 2010

Obati Setres Dengan Mengingat Allah

"Sesungguhnya mengingat ALLAH itu menenangkan hati", demikian firman-Nya dalam kitab suci Al-Quran. Dengan banyak mengingat ALLAH, hati akan menjadi tenang dan kita pelan-pelan akan dapat mengendalikan stress

Orang-orang yang hatinya tenang akan selalu menahan diri dari sikap mencari masalah. Dia akan selalu memandang permasalahan hidup secara positif, realistis dengan kemampuan diri terbuka dan hidupnya teratur sebagaimana yang sudah menjadi sunnatullah.

Adapun solusi yang ditawarkan Islam adalah dzikrullah atau ingat kepada Allah swt. Sesungguhnya mengingat Allah swt. itu menenangkan hati. Demikian firman-Nya dalam kitab suci Al-Qur'an dalam surat Ar-Rad Ayat 28 yang artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.

Dengan banyak mengingat Allah, hati akan menjadi tenang dan kita pelan-pelan akan dapat mengendalikan stres.” Kondisi zaman yang serba sulit seperti sekarang ini membuat banyak orang di Indonesia terjangkit penyakit stres. Karena itu jangan heran, jika kita akan menemukan angka peningkatan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Sesungguhnya, stres tidak hanya disebabkan oleh peristiwa buruk. Semua perubahan yang berhubungan dengan fisik dan psikis seseorang dapat menyebabkan stres.

Dzikrullah bukan hanya sebatas melafalkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan kalimat-kalimat suci lainnya. Dalam arti yang lebih luas, segala amal perbuatan yang menghadirkan Allah swt. yaitu minimal diawali dengan basmallah dan diakhiri dengan hamdallah, termasuk mengingat Allah swt. Makin tinggi intensitas perbuatan itu makin tenanglah hati. Dengan demikian bagi seorang mukmin, stres sama halnya memberi peluang untuk makin mendekatkan diri kepada Allah swt. Yang perlu diingat, jati diri seorang mukmin yaitu apabila mendapat sesuatu yang menyenangkan hati dia bersyukur kepada Allah. Sebaliknya apabila mendapat sesuatu yang tidak menyenangkan hati, akan ikhlas menerimanya. Itulah yang melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.

Tekanan hidup memang tidak akan pernah berhenti. Kualitas pribadi seseorang akan tampak ketika dia menghadapi permasalahan. Keimanan kepada Allah merupakan faktor utama yang membuat kita sehat.

Cobalah kita bertanya dalam hati kita masing-masing, mengapa Rasulullah tidak pernah sakit seumur hidupnya? Karena Rasulullah tidak pernah mengalami stres berat. Mengapa Rasulullah tidak pernah stres berat? Karena hati Rasulullah senantiasa tenang. Mengapa Rasulullah selalu diberi ketenangan hati? Karena Rasulullah selalu mengingat Allah di sepanjang kehidupannya. Berserah pada kehendak Allah adalah sikap dasar dalam menghadapi segala permasalahan.




Sabtu, 06 November 2010

Puasa Arafah

Dalil Puasa Arafah : “(Puasa Arafah) menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)

berkata Al-Maawardiy dalam Al-Haawiy bahwasannya hadits ini mempunyai dua penafsiran. Pertama, Allah ta’ala mengampuni dosa-dosanya selama dua tahun; Kedua, Allah ta’ala menjaganya untuk tidak berbuat dosa selama dua tahun. As-Sarkhaasiy berkata : ‘Adapun tahun pertama, maka dosa-dosanya akan diampuni’. Ia melanjutkan : ‘Para ulama berbeda pendapat mengenai makna penghapusan dosa di tahun selanjutnya (tahun depan). Sebagian mereka mengatakan, maknanya adalah bila seseorang melakukan maksiat pada tahun itu, Allah ta’ala akan menjadikan puasa di hari ‘Arafah yang ia lakukan di tahun lalu sebagai penghapus, sebagaimana ia menjadi penghapus dosa di tahun sebelumnya. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa maknanya adalah Allah ta’ala menjaganya dari melakukan dosa di tahun depan” [Al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab, 6/381].


Ash-Shan’aniy rahimahullah berkata : “Sulit diterima penghapusan dosa yang belum terjadi, yaitu dosa tahun yang akan datang. Pendapat itu dibantah dengan alasan bahwa yang dimaksudkan adalah bahwa ia diberi taufiq pada tahun yang akan datang untuk tidak melakukan dosa. Hanya saja itu dinamai penghapusan untuk penyesuaian dengan istilah tahun lalu. Atau bahwa jika dia melakukan dosa tahun yang akan datang, maka ia diveri taufiq untuk melakukan sesuatu yang akan menghapuskannya” [Subulus-Salaam, 2/461].

An-Nawawiy rahimahullah berkata : “Aku katakan : hadits-hadits ini mempunyai dua penafsiran : Pertama, menghapus dosa-dosa kecil dengan syarat ia tidak melakukan dosa besar. Jika ada dosa besar, maka tidak akan menghapus apapun, baik dosa besar ataupun dosa kecil. Kedua, - dan ini adalah pendapat yang lebih shahih/benar lagi terpilih – ia menghapus setiap dosa kecil. Jadi pengetiannya adalah (Allah) mengampuni semua dosanya, kecuali dosa besar. Telah berkata Al-Qaadliy ‘Iyaadl rahimahullahu ta’ala : ‘Apa yang disebutkan dalam hadits-hadits ini berbicara tentang pengampunan terhadap dosa-dosa kecil, selain dosa besar. Inilah madzhab Ahlus-Sunnah, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan taubat atau rahmat Allah ta’ala” [Al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab, 6/382].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah dari hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat pun bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah jihad di jalan Allah tidak lebih utama?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Tidaklah jihad lebih utama (dari beramal di hari-hari tersebut), kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan keduanya (karena mati syahid).” (HR. Al-Bukhari)

Disunnahkannya puasa ‘Arafah ini khusus bagi mereka yang tidak sedang melakukan wuquf di ‘Arafah. Adapun yang sedang wuquf di ‘Arafah, maka tidak disunnahkan. Dari Abu Najiih ia berkata : Ibnu ‘Umar pernah ditanya tentang puasa ‘Arafah, lalu ia menjawab : “Aku pernah berhaji bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak berpuasa, bersama Abu Bakar dan ia tidak berpuasa, bersama ‘Umar dan ia tidak berpuasa, juga bersama ‘Utsmaan dan ia tidak berpuasa. Adapun aku tidak berpuasa, tidak memerintahkannya, dan tidak pula melarangnya” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 751, Ahmad 2/47 & 50, Ad-Daarimiy no. 1772, Abu Ya’laa no. 5595, Ibnu Hibbaan no. 3604, dan Al-Baghawiy no. 1792; shahih].

Dari Ummul-Fadhl binti Al-Haarits : Bahwasannya orang-orang berdebat di sisinya pada hari ‘Arafah tentang puasa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka berkata : “Beliau berpuasa”. Sebagian lain berkata : “Beliau tidak berpuasa”. Lalu aku (Ummul-Fadhl) mengirimkan pada beliau satu wadah yang berisi susu ketika beliau sedang wuquf di atas ontanya. Maka, beliau meminumnya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 1988 dan Muslim no. 1123].

Dari Sa’iid bin Jubair, ia berkata : “Aku mendatangi Ibnu ‘Abbaas di ‘Arafah yang waktu itu sedang makan buah delima. Lalu ia berkata : ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbuka di ‘Arafah. Ummul-Fadhl pernah mengirim susu, lalu beliau meminumnya” [Diriwayatkan oleh An-Nasa’iy dalam Al-Kubraa no. 2828 dengan sanad shahih].

At-Tirmidziy rahimahullah berkata : “Para ulama menyenangi puasa di hari ‘Arafah, kecuali jika berada di ‘Arafah (melaksanakan wuquf haji)” [Sunan At-Tirmidziy, 2/116].

Pada sepuluh hari yang pertama ini, kita juga disyariatkan untuk banyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik itu berupa ucapan takbir, tahmid, maupun tahlil. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan supaya mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)

Diterangkan oleh para ulama bahwa hari-hari yang ditentukan pada ayat tersebut adalah sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah. Maka hadits dan ayat tadi menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut dan betapa besarnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberikan kesempatan bagi orang yang belum mampu menjalankan ibadah haji untuk mendapatkan keutamaan yang besar pula, yaitu beramal shalih pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Sehingga sudah semestinya kaum muslimin memanfaatkan sepuluh hari pertama ini dengan berbagai amalan ibadah, seperti berdoa, dzikir, sedekah, dan sebagainya. Termasuk amal ibadah yang disyariatkan untuk dikerjakan pada hari-hari tersebut adalah puasa. Apalagi ketika menjumpai hari Arafah, yaitu hari kesembilan di bulan Dzulhijjah, sangat ditekankan bagi kaum muslimin untuk berpuasa yang dikenal dengan istilah puasa Arafah, kecuali bagi jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Puasa Arafah) menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)

Adapun bagi para jamaah haji, mereka tidak diperbolehkan untuk berpuasa, karena pada hari itu mereka harus melakukan wukuf. Karena mereka memerlukan cukup kekuatan untuk memperbanyak dzikir dan doa pada saat wukuf di Arafah. Sehingga pada hari tersebut kita semua berharap untuk mendapatkan keutamaan yang sangat besar serta ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa hari itu adalah hari pengampunan dosa-dosa dan hari dibebaskannya hamba-hamba yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki dari api neraka. Sebagaimana dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka, lebih banyak daripada di hari Arafah.” (HR. Muslim)

Pada bulan Dzulhijjah juga ada hari yang sangat istimewa yang dikenal dengan istilah hari nahr. Yaitu hari kesepuluh di bulan tersebut, di saat kaum muslimin merayakan Idul Adha dan menjalankan shalat Id serta memulai ibadah penyembelihan qurbannya, sementara para jamaah haji menyempurnakan amalan hajinya. Begitu pula hari-hari yang datang setelahnya, yang dikenal dengan istilah hari tasyriq, yaitu hari yang kesebelas, keduabelas, dan ketigabelas. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan hari-hari tersebut sebagai hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir. Dan hari-hari itulah yang menurut keterangan para ulama adalah hari yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (Al-Baqarah: 203)
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan tentang hari-hari tersebut: “Hari-hari Mina (hari nahr dan tasyriq) adalah hari-hari makan dan minum serta berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Rabu, 03 November 2010

Syaikh Abdul Qadir Al Jailani

Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya.Sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do'a mereka. Karena tawasul adalah salah satu sunah Nabi SAW….sebagaimana Nabi Adam bertawasul dgn Nabi Muhammad ((Dikeluarkan dari Thabrani dalam Jami'ushaghir dan juga Hakim dan Abu Nu'aim dan Baihaqi keduanya dalam dalam kitab ad-dalail).)

Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang 'alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy.

Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra' dan juga Abu Sa'ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.

Beliau berdakwah lebih dari 25 tahun seorang diri, meninggalkan kampung halaman, berjalan dari kampung ke kampung, melintasi hutan, gurun pasir, sungai , menjumpai umat…mendakwahkan kalimat iman…. (lihat manaqib beliau) dalam perjalanan dakwah belaiu inilah banyak karamah2 yang diceritakan dalam kitab manaqib yang ditulis oleh murid murid belaiu yang terpercaya.

Suatu ketika Abu Sa'ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir (setelah beliau kembali dari dakwah selama 25 tahun tsb). Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.

Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.

Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, "Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Kefahaman beliau sangat tinggi dalam ilmu agama. Risau dan fikir beliau untuk ummat yang sangat mendalam. membuat beliau sanggup mengorbankan harta dan dirinya untuk mendakwahkan agama Allah.

Karamah – karamah yang Allah berikan pada syaikh abdul kadir, seperti kisah karamahnya beliau ketika diganggu oleh iblis, beliau terbang didepan murid2nya, menghidupkan orang mati didepan 3 pendeta nasrani shg tiga pendeta ini masuk Islam Beliau memanggil burung yang sudah ia masak dan ia makan , dan burung itu hidup kembali. Beliau memnaggil burung tersebut dgn membaca ayat tentang Nabi Ibrahim memanggil kembali burung yang sudah Nabi Ibrahim potong2 dan diletakan di atas gunung-gunung. Banyak sekali karamah2 yang Allah berikan padanya. Dan itu adalah mungkin dan tidak mustahil karena Allah maha kuasa dan maha berkehendak. sebagaimana firman Allah swt dalam hadits Qudsiy "Barangsiapa memusuhi wali Ku maka Ku umumkan perang padanya, tiadalah hamba hamba Ku mendekat pada Ku dengan hal hal yg telah kuwajibkan, dan hamba hamba Ku tak henti hentinya pula mendekat pada Ku dengan hal hal yg sunnah hingga Aku mencintainya, Jika Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, aku menjadi pandangannya yg ia gunakan untuk melihat, aku menjadi tangannya yg ia gunakan untuk melawan, aku menjadi kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, Jika ia meminta pada Ku niscaya kuberi apa yg ia minta, dan jika ia mohon perlindungan pada Ku niscaya kuberi padanya perlindungan" (Shahih Bukhari Bab Arriqaaq/Tawadhu)

Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi'ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.

Pendapat Para Ulama tentang Beliau

Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, Ibnu Qudamah menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu."

Ibnu Rajab di antaranya mengatakan, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan dan karamah.

Ibnu Rajab juga berkata, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Alloh Subhanahu wa Ta'ala, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. "

Imam Adz Dzahabi mengatakan, "intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung".

Imam Adz Dzahabi juga berkata, "Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani"

Pengikut